Belum Sampe 250 Juta Sebulan
Jadi beberapa waktu lalu seorang influencer bilang kriteria suaminya minimal bergaji 250 juta per bulan, kalo bisa udah ada rumah, dan dana pensiun udah ready.
Dia bilang kalo gak gitu nanti jomplang sama dia.
Walaupun gak ada penjelasan rinci apa yang dia bilang jomplang, tapi gue anggap yang dimaksud jomplang itu kemampuan finansial dan gaya hidupnya.
Diliat dari reply-nya banyak orang yang kaget dan ngerasa "emang ada orang begitu?".
Memang susah sih kalo standar jetset ibukota dipublikasikan sedemikian rupa dan jadi patokan netizen dengan lingkungan hidup yang beragam.
Gue rasa dengan latar belakang keluarga dan lingkungan gue dibesarkan, kalo gak pernah punya kesempatan ke ibukota, ya gue juga bakal terkesima untuk punya pengetahuan mengenai orang dengan gaji segitu di rentang usia yang masih 20-30 tahunan.
Gak lama dari itu akhirnya banyak orang yang mulai ngebahas tentang biaya hidup.
Akhirnya keluar juga omongan bahwa orangtua mesti ngehabisin 2.94 milyar untuk ngebesarin anak sampai usianya 21 tahun di ibu kota (tentunya inflasi, dll udah dipertimbangkan).
Selain itu, muncul juga omongan dari seorang dokter bedah dengan istri yang berprofesi influencer kalau dia mikirin ini itu tentang punya anak, dan bahwa anaknya udah ngehabisin 7 juta per bulan di usia yang masih 6 tahun.
Yang ada di pikiran gue hari itu cuma 1:
Ya Tuhan kalo orang orang kaya raya ini aja sebegininya dengan uang, dengan dana pensiun, dengan kehidupan setelah gak produktif lagi, apalagi saya?
Sekarang gue pekerja dengan gaji yang gak bombastis, bukan berasal dari keluarga kaya raya pula... apa gue mesti punya seenggaknya uang semilyar dan rumah dulu baru bisa mikir untuk berkeluarga?
Apa kalau kurang dari itu berarti saya gak bertanggung jawab sama calon anak gue di masa depan?Cukup itu segimana? Kenapa standarnya tinggi amat?
Dan masih banyak kekhawatiran lainnya.
---
Beberapa waktu berlalu dan akhirnya gue sadar 2 hal:
- Betapa gak bersyukurnya gue jadi manusia
- Betapa toxic-nya budaya influencer dan media sosial ini kalo mental lagi gak prima.
Padahal, waktu gue sekolah di FE dulu gue cukup semangat untuk melek finansial karena gue bukan berasal dari lingkungan dengan literasi finansial yang baik.
Padahal ya gak gitu.
Memang nyatanya nyari uang gak segampang itu buat kebanyakan orang, kan?
Contohnya ya gue: mbak mbak working class dengan akun media sosial biasa aja dan bukan lahir di keluarga konglomerat.
Nothing lasts forever and to me personally there are just so much more to value a person rather than their money.
Walaupun gak menyalahi fakta bahwa punya uang cukup ya memang penting.


Yy bikin secure versi kakak faktor apa aja?
ReplyDelete