Memangnya Kenapa Kalo Biasa Biasa Aja?

Di awal masa pandemi ini, gue kadang suka kehilangan motivasi.
Mau apa apa tapi ekonomi lagi sulit, mau sekolah lagi tapi dunia aja lagi begini, mau cari hobi baru tapi keluar rumah aja gak bisa.
Rasa rasanya semua orang dipaksa untuk 'break' dari semua asa dan target yang gak pernah ada putus putusnya.

Awalnya ya berat. Bangun pagi cuma berharap hari bisa berakhir.
Gak ada target yang dikejar selain nyelesain kerjaan yang dikasih hari itu.
Rencana hidup jangka pendek-menengah harus direvisi, beberapa malah harus dibatalin.
Interaksi dengan teman juga terbatas dan gak jarang rasanya hampa.
Mau gimana juga, gak akan ada yang bisa gantiin physical interaction, kan?

Gak sedih sih... tapi rasanya aneh.
Atau mungkin sebenernya itu sedih tapi gue gak sadar. Gak paham.
Ibaratnya kaya jalan di jalan gak berujung.
Gak tau kapan ada tikungan, kapan ada kerikil, juga gak tau ujung jalannya dimana. Aneh.
Tapi dari aneh aneh itu gue jadi menyadari beberapa hal:

Yang pertama: Hidup gak berhenti hanya karena beberapa rencana kita gagal dan kita gak bisa melakukan apa apa.

Hidup bukan kompetisi dan gak akan pernah jadi kompetisi.
Punya start yang bagus ya memang berkah. Tapi gak selamanya juga hidup akan selancar itu.
Kalaupun start yang kita punya sekarang gak bagus, juga gak akan menjadi jaminan bahwa selamanya kita akan di jalan yang penuh kerikil.
Nyatanya, kita gak pernah tau kapan kita bisa kebut, kapan kita mesti rehat, kapan kita harus banting setir, atau kapan kita sampai di garis finish.

Tiap orang punya masanya, tiap masa ada batasnya.
Jadi ya... sabar.

Yang kedua: Hanya karena orang lain lakukan hal itu, gak berarti kita juga harus begitu.

Bisa hidup di lingkungan yang bisa dibilang cukup kompetitif dan visioner itu sebenernya bisa dianggap privilege.
Mau gak mau kita 'dipaksa' buat ikutan visioner, buat punya mimpi, buat ngejar target, buat jadi sesuatu di suatu masa.
Tapi gak jarang hal itu malah ngebuat kita jadi tertekan tanpa ada alasan yang jelas.
Speaking from experience, kadang kalau orang lain berhasil melakukan sesuatu yang keren, tapi kita belum ada di sana, langsuuung ketar ketir. Insecure. Overthinking.
Kadang malah jadi bitter. Oh that dark bitter days.

Sampe suatu hari gue capek dan sadar apa juga gunanya ya ngejadiin kehidupan orang lain sebagai standar kebahagiaan kita?
Kalau dia bisa kerja di perusahaan wow-keren-luar biasa dan kita masih cari cari kerja, memangnya kenapa?
Kalau dia bisa ketemu jodohnya di usia muda dan kita masih jomblo jomblo aja, memangnya kenapa?
Kalau dia udah bisa beli Louis Vuitton sementara gue masih marah karena kejebak makan di warteg overpriced SCBD, memangnya kenapa?

Gue sering banget denger orang ngomong "satu satunya yang harus kita jadikan kompetitor itu ya cuma diri kita di masa lalu".
Gue gak bener bener paham sampai akhirnya ngalamin sendiri.
Ngeliat orang lain itu gak akan ada abisnya. Mungkin pencapaian orang itu baiknya dijadikan inspirasi aja kali ya? Tapi gak perlu dijadiin standar sukses/bahagia/cukup.

Kita semua punya standar dan harapan yang berbeda.
Kalau kita insecure terus, mungkin masalahnya bukan karena kita gak capable, tapi karena kita sendiri juga gak tau hidup kita mau dibawa kemana.
Akhirnya, tiap kali orang lain ngeraih stepping stone, kita langsung ketar ketir sendiri.
Padahal mungkin sebenernya kita juga gak mau jadi dia.
Semua hal itu ada konsekuensinya.
Kita mau manis manisnya, tapi mau gak nanggung konsekuensinya?

Yah jadi kurang lebih setelah 4 bulanan ini gue di rumah aja gue jadi banyak sadar tentang hal hal yang dulu bahkan gak ada di pikiran.
Dari jaman kuliah gue selalu nandain 2020 sebagai tahun penuh stepping stone dengan rencana ini itu yang udah dibuat sedemikian rupa.
Tapi ya nyatanya Tuhan punya rencana lain.

Hal hal yang gue sebut diatas juga sebenernya bukan hal yang baru lagi.
Tapi itulah wisdom ya... kita gak akan pernah bener bener paham sampai kita harus menjalani sendiri.
Dan gak pernah ada jaminan juga setelah memahami ini sekarang, kita akan selalu paham sampai selamanya.
Untuk sampai di pemikiran ini pun gue banyak denial-nya sampe akhirnya bisa menerima kenyataan tentang diri sendiri hehehe.
Pada akhirnya... I think life is about learning, unlearning, and re-learning stuffs all over again.

Oh adulting dengan segala perintilannya.

Comments

Popular Posts